Sabtu, 04 April 2015

Kelembutan Yang tak Pernah Terlupakan

Kelembutan Yang tak Pernah Terlupakan
Kelembutan Yang tak Pernah Terlupakan waktu coba rumus rayuan maut yang membuatnya tergolek lemas bersimbah peluh. Waktu itu sama sekali ga ada sedikit pun terbetik untuk melakukan hal luar biasa yang tidak pernah terlupakan dengan gadis cantik kenalan baru sewaktu berteduh menunggu hujan reda. Tepatnya dibawah ruko dipinggir jalan raya alternatif Cibubur, ketika saat itu hujan begtiu lebat memaksa untuk menghentikan motor yang bergetar kedinginan.

Waktu itu malam hari, jadi antara lihat dan tidak ternyata seorang gadis cantik berdiri menggigil memegang sebuah payung berada disebelah kananku. Hujan terus turun tak kunjung reda dan entah kapan akan berhenti. Giginya terdengar mengeretek tanda kendinginan. Heran, kenapa gadis secantik disebelahku ini sendirian? Mengingat tahayul kuntilanak, langsung kulihat kakinya dan ternyata menyentuh tanah seperti lainnya dengan kondisi sepatu basah kuyup.

Pelan kebernaikan diri untuk menyapa dan menegur gadis cantik yang sedang kedinginan menggigil. Dek, jangan disitu, nanti makin basah kena air hujan!" ujarku pada gadis yang sedikit menggeser mundur. Meskipun telah mundur tetap saja air hujan mengenainya, karena arah angin mengarah kepadanya. "Sini jangan disana, nanti makin basah dong! ajakku sambil menunjuk arah tempat yang harus dicapai untuk menghindar dari cipratan dan guyuran air hujan.

Malam makin larut, hujan tak juga berhenti. Gadis itu masih juga berdiri, entah menunggu seseorang yang akan mennjemputnya atau menunggu hujan reda dan kemudian melanjutkan perjalanannya. Kebetulan saat itu tempatku agak menjorok ke dalam lorong yang aman dari air hujan, tapi agak gelap. Melihat gadis cantik yang makin kedinginan itu rasanya ga etis kalau diam saja dan tidak mengajaknya ke tempatku berteduh yang kebetulan ada sebuah bangku kayu panjang. Kuhampiri dan kuajak dia untuk berteduh dan duduk di tempatku berteduh. Agak ragu memang, tapi akhirnya dia mau juga.

Kami duduk diatas bangku kayu yang panjangnya hanya cukup untuk berdua dengan posisi saling bersentuhan. Sedikit basa-basi kuperkenalkan namuku," kenalkan namu saya Indra, nama kamu saiapa?". Tia mas!" jawabnya singnkat. Lama juga kami berdua berbincang menunggu hujan, dan entah kenapa malam yang dingin smeakin tidak terasa ketika itu. parahnya adalah ketika pikiran ini jadi ga karuan melihat suasana malam itu mendukung untuk memulainya. "Masa bodoh dengan orang rumah yang telah menunggu!" pikirku. Mulai kucoba menawarkan yang bukan hakku pada Tia, entah oleh sebab apa Tia mau juga.

Perlahan tanganku mulai menari membuka satu persatu, terasa hangat dan lembut setiap jariku menyentuhnya. Mata Tia kadang terlihat fokus dan terkadang sayu saat itu. Kedua tanganku mulai aktif melepaskan dan menawarkan kehangatan lewat tangan sebelah kananku. Bibir kami mulai bersntuhan dengan kelembutan dan kehangatan, tidak perduli hujan sudah mulai reda dan ada orang melihat apa yang kami lakukan saat itu. Yah, dipikiran kami beruda adalah kenikmatan tiada tara sedang melanda dan merasuki kami berdua. Pelan tapi pasti kami berdua sama-sama merasa puas dengan kenikmatan martabak paling enak di Jakarta. Bukan main, memang benar-benar lezat dan nikmat bila martabak hangat disantap malam hari, apalagi sambil menunggu hujan reda.

Akhirnya Kelembutan Yang tak Pernah Terlupakan bersama  Tia beranjak dan pamit pulang, karena telah dijemput oleh seseorang yang mungkin dia itu adalah ayahnya. Begitupun aku segera juga mealngkahkan kaki untuk segera pulang setelah menikamti kehangatan martabak paling enak di Jakarta berdua bersama Tia. Mantap bro!